Get Kuliner Indonesiaku on Google Play

Selasa, 27 Maret 2012

Kuliner Jakarta : Melacak Kembali Lamaknyo Sambal Lado Mudo


Kuliner Jakarta : Melacak Kembali Lamaknyo Sambal Lado Mudo

Kembali ke resto ini seolah memutar waktu kembali puluhan tahun silam. Hidangan Minang disajikan secara konsisten sejak tahun 1967 di sini. Merasakan kembali gigitan sambal lado mudonya. Sungguh penuh nostalgia!

Semakin banyaknya orang Minang merantau di Jakarta ditandai dengan banyaknya warung makan Padang di tiap sudut jalan. Termasuk rumah makan legendaris yang ada di kawasan Jakarta Pusat ini. Menyebut nama Natrabu yang terekam di dalam ingatan justru jasa tur dan travel. Rumah makan Minangnya juga melekat dengan kepopuleran usaha tur dan travel ini.

Saat membeli tiket pesawat bersama ayah selalu saja dapat bonus makan di tempat ini. Ada kegembiraan tersendiri waktu itu jika mampir di sini. Semua lauk yang disajikan di atas piring mungil bertumpuk-tumpuk terhampar di depan saya. Bau gulai dan pedasnya sambal membuat saya bersemangat makan. Hmm..kapan lagi bisa makan dengan lauk semeja makan!

Dendeng baladonya berupa irisan daging tipis berwarna cokelat dengan siraman lado merah menyala plus potongan bawang merah sangat menggiurkan. Sambal merah itulah yang dulu begitu menggoda dan menjadi eksperimen pertama saya mencicipi masakan Minang.

Ternyata, kembali ke rumah makan ini tak banyak yang berubah. Ruangan yang dipenuhi dengan kursi kayu dan meja makan. Tampilan makanannya tak jauh berbeda. Yang paling mencolok adalah bumbu yang royal dalam tiap masakan. Ayam bakarnya dibalut bumbu hingga lekat kecokelatan. Kuah gulainya kuning mulus sangat menggoda.

Suasana ruang makan inilah yang membuat saya langsung merasa nyaman. Tak banyak bicara, seporsi gulai tunjang dan ayam gorengpun jadi lauk pilihan. Ayam gorengnya cokelat kekuningan dari ayam jantan yang tak berapa besar. Remahan bumbunya tersebar melekat pada ayam mungil ini. Sobekan pertama langsung terasa renyah gurih dagingnya.

Bumbu ayam ini terasa sederhana, ada jejak bawang putih, kemiri dan kelapa. Yang saya kagumi adalah teknik menggorengnya yang pas sehingga kuning merata, tidak gosong sehingga bagian luarnya krenyes kering dan dalamnya lembut gurih. Aha..ayam inipun sekejap tuntas berikut remahannya di piring. Onde mande lamaknyo!

Gulai ayam gulai ikan, gulai otak, gulai tunjang di Ntarabu memang sedikit beda tampilannya. Kuah santannya tak terlalu kental, sedang dan mulus licin oranye kekuningan. Aroma kunyit, cabai dan serai tercium tajam. Benar saja, saat sepotong gulai tunjang saya kunyah. Kenyal-kenyal lembut dan gurih dengan jejak pedas yang tak terlalu tajam.

O, ya satu hal lagi yang saya suka sejak kecil, di rumah makan ini bisa makan pakai tangan. Kali ini saya justru memilih sambal lado mudo ata sambal cabai hijau dan bukan baladonya yang tersohor. Meskipun warnanya hijau namun sengatan cabainya lumayan kuat. Ada sedikit jejak rasa asam. Pedas-pedas asam. Makin sedap disuap dengan nasi pulen yang hangat.

Orang Minang kurang suka sayur tetapi sayur daun singkong di sini sayang buat dilewatkan. Daun singkong muda diberi kuah santan encer yang kuning kehijauan, disalingi potongan cabai hijau. Empuk daunnya dan kuahnya tak terlalu gurih dan pas buat mengiringi santapan gulai yang agak pedas.

Mampir ke sini tak perlu takut kehabisan tempat karena restoran muat untuk 500 orang Harga lauknya Rp. 9.000,00 hingga Rp. 24.000,00. Kelezatannya membuat banyak tokoh nasional dan negeri tetangga selalu mampir untuk makan di tempat ini. Buktinya terpampang dalam bentuk foto-foto yang menghiasi dinding resto ini.

Natrabu Minang Restaurant
Jl. HOS Cokroaminoto No. 84
Jakarta Pusat
Jam buka : 10.00 – 22.00

Sumber : food.detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar